Kamis, 04 April 2013

TUTOR (TIDAK) SEBAYA: “Melatih guru lebih sulit dari melatih siswa”



IMG_0187Hari pertama Workshop Pembuatan Multimedia Pembelajaran Interaktif terasa berat bagi saya.Menjadi instruktur dari teman-teman guru dan pegawai dengan kemampuan ICT yang rendah adalah sebuah tantangan yang tidak mudah. Saya sudah memprediksinya ketika saya menyusun kalimat yang saya harapkan akan ‘membantu’ saya dalam proses pelatihan ini. “Melatih guru lebih sulit dari melatih siswa”. Saya sudah mengantisipasinya dengan menyiapkan 5 orang siswa untuk mendampingi saya sebagai ‘asisten’. Saya sudah ‘berpengalaman’ dalam hal tutor sebaya, ketika saya melatih siswa-siswa saya belajar komputer diawal-awal tahun 2000-an, saat komputer masih menjadi barang langka dan mewah. Saya menempatkan beberapa siswa untuk menjadi ‘tutor sebaya’ bagi siswa-siswa yang saya latih tersebut. Siswa sebagai ‘tutor sebaya’ untuk guru? Saya benar-benar hati-hati untuk menempatkan siswa sebagai ‘pembantu’ saya dalam pelatihan ini. Saya kuatir, jangan-jangan mereka tidak akan diterima sebagai ‘tutor sebaya’. Saya memang pernah mendengar ada guru yang ‘tidak ingin’ dilatih oleh siswa, mereka maunya dilatih oleh sesama guru. Entahlah mungkin karena saya memang tidak dapat mendampingi mereka secara langsung karena harus memberi instruksi dari depan kelas, akhirnya ‘tutor (tidak) sebaya’ itu benar-benar terjadi. ‘Celakanya’ saking menikmati ‘metode’ ini, beberapa guru ‘menyandera’ siswa tertentu untuk duduk di samping mereka dan ‘tidak boleh’ berpindah ke guru yang lain. Saya akhirnya bisa bernapas lega karena para ‘asisten’ saya bisa diterima dengan baik. Tiga hari melatih guru-guru tersebut, pastilah waktu yang sangat singkat. Beberapa guru bahkan dilatih dengan basic ICT yang masih 0%. Entahlah berapa persen kemampuan ICT mereka yang bertambah, yang pasti ada sesuatu yang ‘berkecamuk’ di benak mereka tentang kemampuan ICT untuk ‘memudahkan ‘ pembelajaran di kelas. Apalagi ketika e-learning sekolah kami dilaunching pada hari ketiga. Kami mendesainnya dalam waktu yang sangat singkat, melakukan ujicoba dalam waktu yang sangat singkat sampai akhirnya dilaunching oleh Kepala Sekolah. Untunglah saya sempat mendesain Teacher’s Page, dimana nama-nama guru tercantum. Saya bisa merasakan perasaan ‘bangga’ dari mereka ketika melihat nama-nama mereka tercantum di homepage e-learning sekolah kami. Apalagi ada foto Kepala Sekolah mengawali sambutannya secara tertulis. Ketika saya menunjukkan page saya yang sudah berisi biografi , pengalaman kerja, prestasi-prestasi saya dan banyak konten e-learning semua guru jadi pingin halamannya seperti itu. Seandainya bisa. Tapi tentulah tidak, karena tidak mungkin saya membuat username untuk semua guru dengan konsekuensi bisa terjadinya crash pada web e-learning ini. Mengutak-atik e-learning dengan tetap dipandu oleh siswa-siswa semakin menguatkan kebanggaan saya, betapa siswa-siswa yang lebih ICT-able dari guru-gurunya akhirnya bisa berperan sebagai ‘tutor (tidak) sebaya’ bagi guru-gurunya. Satu-dua guru emang malah asyik main game, hahaha…… anggaplah sebagai bagian dari ‘siswa bandel’ di kelas…..
(tnx for Flona, Alther, Ricover, Acha, Dianira, dll yang udah jadi ‘tutor’ bagi guru-guru……. “engkau patriot, pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa…..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar